Hitam itu indah. Warna ini polos dan memancarkan pesonanya sendiri.
Lihat! Betapa dalam makna warna hitam. Elegan, gagah, tegas!
Hitam tak munafik. Hitam itu lurus.
Ya, hitam itu berkelas, cantik dan memesona...
Semua rahasia tulis-menulis artikel, cerpen, dan novel dibahas tuntas di sini...
Hitam itu indah. Warna ini polos dan memancarkan pesonanya sendiri.
Lihat! Betapa dalam makna warna hitam. Elegan, gagah, tegas!
Hitam tak munafik. Hitam itu lurus.
Ya, hitam itu berkelas, cantik dan memesona...
Setiap kali jari-jari saya menari lincah di atas keyboard laptop, Djarum Black tak pernah ketinggalan menemani. Hirupan dan hembusan asap rokok Djarum Black, selalu merangsang munculnya ide-ide baru yang terus menggelinding dan tidak bisa dihentikan. Ide-ide menulis itu mengucur begitu saja bak pancuran air yang dilepas tutupnya. Mengucur deras dan rasanya nikmat!
Nikmat karena ide yang muncul segar, liar, dan (mungkin) berguna kelak.
Ide-ide liar itu kemudian tinggal saya tumpahkan di layar laptop. Ajaibnya saat itu juga seolah jari-jari tangan saya seperti bergerak sendiri. Otomatis layaknya autoblackthrough! Melompat dari satu tombol ke tombol lainnya dengan kecepatan yang terus menaik tanpa bisa dikendalikan. Sampai akhirnya mencapai klimaks di titik terakhir tulisan.
yeah.. saya puas!!
Menulis cepat? Mengapa tidak?! Mengapa lama, kalau menulis cepat bisa.
One Word. Website yang simple. Melatih menulis cepat dan lancar. Menulis dalam 60 detik. Lumayan lah buat pemanasan menulis. ;)
Menulis banyak macamnya. Bisa menulis cerpen, menulis novel,
menulis artikel, menulis buku, menulis puisi, menulis resensi, menulis
esai, atau bahkan menulis berita dan menulis feature.
Kalau sampai kebingungan mau menulis apa, saya yakin kamu sedang
mengada-ada. Coba deh pilih salah satu jenis tulisan di atas, dan
mulai menulis.
Tanpa perlu banyak cingcong, tulis saja yang ada di pikiranmu. Acuhkan sekitarmu.
Berkonsentrasilah untuk menulis. Kalau perlu di pintu kamarmu, beri tulisan:
SSSSTTTT.... DIAM. SEDANG MENULIS!!!
dengan ukuran font 100 pakai font Arial Black warna merah.
Pasti seisi rumahmu bakal jadi sunyi senyap.
Dan tak akan lagi ceritanya hari tanpa menulis.
Asal jangan ketiduran aja...
Hehe...
Jadi sudah menulis apa hari ini?
Banyak penulis pemula yang mengeluh kesulitan untuk mulai menulis. Apa betul begitu? Saya tegaskan sama sekali tidak! Tak ada yang sulit dilakukan. Termasuk untuk mulai menulis.
Yang Anda butuhkan cuma langsung menulis saja. Mulai menggerakkan pena di atas kertas atau "memainkan" jari-jari lincah Anda di atas keyboard komputer. Ini juga yang dikatakan Simplyeko.
Masih merasa kesulitan mulai menulis? Saya ada beberapa tips yang akan sangat membantu anda.
Tidak lagi sulit kan mengawali menulis?
Syahdan, di Sukabumi pada 11 Mei 1962 dilahirkan seorang pemuda. Joko Pinurbonamanya, yang kemudian di kemudian hari suka diakronimkan sebagai Jokpin. Di masa kecilnya, konon ia pernah sakit-sakitan. Tak heran kalau saat dewasa tubuhnya kurus atau lebih tepatnya disebut kerempeng.
Saat remaja ia masuk seminari, belajar Kitab dan banyak hal tentang Ketuhanan. Saat itu pula, pemuda berwajah tirus itu berjumpa dengan puisi--yang terimpit dalam tumpukan buku-buku di perpustakaan. Di sana ia mendapati puisi sebagai kekuatan dahsyat yang tak terkira. Yang mampu membuatnya tertegun dan kata-katanya menembus relung-relung sanubarinya. Sejak itu, puisi mendarah daging dalam dirinya. Pada 1987, ia lulus dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Sanata Dharma Yogyakarta. Sempat mengajar di almamaternya sebentar. Lalu mulai 1992, bekerja di Kelompok Gramedia.
Puisi yang telah jadi darah dagingnya terus memberondongkan karya bermutu. Celana (1999), buku kumpulan puisi pertamanya, memperoleh Hadiah Sastra Lontar 2001; buku puisi ini kemudian terbit dalam bahasa Inggris berjudul Trouser Doll (2002). Sih Award 2001 diterimanya untuk puisi Celana 1-Celana 2-Celana 3.
Masih pada tahun yang sama, ia dinyatakan sebagai Tokoh Sastra Pilihan Tempo 2001. Buku puisinya Di Bawah Kibaran Sarung (2001) mendapat Penghargaan Sastra Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional 2002. Tahun 2005 ia menerima Khatulistiwa Literary Award untuk antologi puisi Kekasihku (2004). Puisi-puisinya yang lain dibukukan dalam Pacarkecilku (2002), Telepon Genggam (2003), Pacar Senja: Seratus Puisi Pilihan (2005), Kepada Cium (2007), dan Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung: Tiga Kumpulan Puisi (2007). Sebagai penyair jempolan, layak kalau kemudian ia sering diundang baca puisi di berbagai forum sastra, antara lain Festival Sastra Winternachten di Belanda (2002). karyanya juga telah diterjemahkan ke bahasa Jerman.
Sajak-sajaknya merupakan pemberontakan terhadap kemapanan arsitektur puisi kita. Mengobrak-abrik kebiasaan yang dilakukan penyair dalam mengolah kata menjadi puisi. Intinya, puisinya tak biasa! Secara substansi, perbandingan tak langsungnya barangkali seperti yang dulu dilakukan Chairil Anwar saat meneriakkan "Aku" ketika masih riuh ramainya kehidupan komunal dan individualitas sulit diterima.
Namun begitu bukan berarti puisinya kompleks sulit dicerna. Sebaliknya sangat sederhana. Karena bersifat naratif, puisinya lebih mirip cerita. Membuat anak kecil pun bahkan bisa mencerapnya secara mudah.
Membaca puisi-puisi Joko Pinurbo seperti merasakan adanya pemberontakan luar biasa yang terjadi. Terhadap model, gaya, dan corak puisi tempo dulu. Joko Pinurbo atau Jokpin telah menghadirkan kebaruan yang mendobrak rezim puisi masa lalu. Lewat puisi pula tentunya.
Bila pada masa sebelumnya, puisi seolah terjebak pada strukturalime yang akut. Puisi diformulakan sebagai barisan kata yang ringkas-padat-bernas. Yang tak boleh tidak harus menjadikannya ibarat "rumus matematika". Bukan dalam substansinya, tapi bentuknya. Puisi Jokpin tidak. Kerap dalam puisinya kata-kata membanjir, membludak. Menganak sungai sampai akhirnya melaut. Mungkin Jokpin ingin merubuhkan marka pemahaman tentang puisi dan prosa yang dipahami banyak orang selama ini. Bahwa puisi itu harus pendek dan dibaca dengan terpatah-patah. Sedang prosa kebalikannya. Itu kesan pertama saya.
Pemberontakan lainnya tampak dalam penyajiannya yang jauh dari tipe kebanyakan puisi yang cenderung "serius". Kesan main-main sangat jelas terlihat dari sebagian besar puisinya. Meski terkesan bermain-main kata, tapi tetap terasa ada satire yang membuncah. Semacam sindiran terhadap hal-hal kecil di keseharian kita. Tentang celana, tentang telepon genggam, tentang tubuh terutama.
Pun semuanya itu disampaikannya dengan jelas. Tanpa keruwetan permenungan yang biasa dilakukan puisi lirik. Namun tetap full meaning.
Puisi Jokpin juga tidak sentimentil. Menghindarkan diri dari kesedihan yang biasa diidap para perasa. Sebaliknya, penuh dengan kerianggembiraan khas anak-anak. Jenaka dan penuh tawa. Meski tentu orang dewasa pun bisa menikmati dengan nikmat. Dengan senyuman kecil kalau sulit terbahak-bahak.
Lepas dari apapun, yang jelas puisi Jokpin menghadirkan rasa fresh dalam kering-kerontang jagad perpuisian tanah air. Menampilkan pemberontakan terhadap kemapanan arsitektur puisi kita kini.
Dan memang tak lepas dari sifat dasar puisi sendiri. Yang kata Nirwan Ahmad Arsuka begini. "Puisi memang punya daya tenung, yang mampu menerobos hati dan benak dengan cara yang bukan penyair hanya bisa memimpikannya."
Zivanna adalah keindahan yang tak terkira. Wajah cantik. Rambut lembut hitam terurai bak selendang sutra. Pipi montok. Dan…
Sedikit gambaran ini saja saya kira sudah cukup untuk membuat kaum Adam mulai membayangkanmu.
Tapi memang sungguh salut pada bidadari bernama Zivanna Letisha Siregar ini. Pantas pula kalau 15 Agustus lalu, kamu terpilih jadi Puteri Indonesia 2008. Menggantikan Putri Raemawasti.
Tapi kamu bukan perempuan kemarin sore di jagat miss-missan. Tahun 2006, kamu Juara I Elite Model Look 2006. Duta SMA se-Indonesia dalam diskusi internasional di Singapura pernah pula kamu rasakan pada 2005. Lalu kurang apa?
Oh Zivanna… Zivanna…
Sebagai mahasiswa, kamu baru semester 3 di Ekonomi Universitas Indonesia. 16 Februari tahun depan baru umur 20. Soal hobi nggak ada yang aneh. Standar. Dari membaca, nge-gym, menyanyi, browsing internet, menonton film, bermain piano, traveling
Muda, cantik, cerdas, memikat, nggak neko-neko. Apa lagi yang kurang?
Oh Zizi… Zizi… begitu kata orang nama panggilanmu.
Zizi adalah keindahan yang tak terkira. Wajah cantik. Rambut lembut hitam terurai bak selendang sutra. Pipi montok. Dan…
Waktu tak bisa dibeli. Ia selalu mengalir tanpa bisa dicegah, dihalang-halangi, apalagi ditilang. Waktu selalu maju, tak pernah berhenti sedetikpun.
Seperti aliran air sungai, waktu selalu mengalir. Bergerak tanpa pernah bisa dihentikan. Meski sampah-sampah menghalangi, atau pendangkalan sungai mencoba membelenggu ke-"progresifan"-nya, tapi tak akan pernah bisa. Yang terjadi, justru ia memberontak. Dan akibatnya waktu "membanjir" tak terkendalikan. Membuat anda terbenam.
Menulislah sekarang. Jangan tunda. Biar karya anda lekas selesai. Dan anda tak diolok-olok oleh waktu sebagai penulis yang keterlaluan. Tak berkawan dengan waktu. Suka menghambur-hamburkan waktu.
Innalillahi wa inna ilayhi rajiun! Alexander Solzhenitsyn, peraih Nobel Kesusastraan 1970, meninggal dunia akibat serangan jantung pada usia 89 tahun di Moskow pada minggu malam (3 Agustus) pukul 11.45 waktu setempat atau Senin dini hari pukul 02:45 WIB. Solzhenitsyn memenangi Hadiah Nobel Kesusatraan pada 1970 setelah menulis pengalaman mengerikan dalam kamp kerja paksa Sovyet, tempat dia pernah mendekam selama delapan tahun dari 1945.
Karya fenomenalnya "The Gulag Archipelago" pada 1973 melukiskan tahun-tahun penuh teror di bawah pemerintahan diktator Joseph Stalin. Dalam karyanya ini menggunakan ribuan detail dan kasus-kasus individual. Ia diasingkan dari Uni Sovyet pada 13 Februari 1974. Dan baru kembali ke Rusia pada 1994.
Siapa Solzhenitsyn? Solzhenitsyn lahir di Kislovodsk, 11 Desember 1918. Ia lahir tanpa ayah. Ayahnya meninggal enam bulan sebelum ia lahir akibat kekejaman perang. Perang Dunia yang bergolak pada 1914 memaksa ayahnya menjadi pasukan artileri. Dalam sebuah peperangan ayahnya tewas pada sebuah musim panas 1918.
Selanjutnya, Solzhenitsyn dibesarkan oleh ibunya yang bekerja sebagai tukang tulis tangan di Rostov, kota dimana Sholzhenitsyn
menghabiskan masa kecilnya. Dan mulai tahun 1930-an ia mulai mencoba mempublikasikan tulisannya. Sayangnya, usahanya belum berhasil. Tak ada yang sudi menerbitkan karyanya.
Sejak kecil ia memang bercita-cita menjadi penulis. Karena itu pula, selepas SMA, ia berniat melanjutkan studinya di bidang kesusastraan. Tapi di Rostov, tempatnya tinggal, studi tersebut tidak tersedia. Adanya di Moskow. Namun ia enggan meninggalkan ibunya yang mulai sakit-sakitan seorang diri. Alasan lain karena kondisi ekonominya yang pas-pasan.
Oleh sebab itu, ia kemudian kuliah di Jurusan Matematika Universitas Rostov. Ternyata pilihannya tak salah. Ia memang sangat berbakat
dalam soal "hitung-hitungan". Meski begitu, ia tak ingin mencurahkan hidupnya dalam dunia angka. Akan tetapi, justru berkat kemampuan
matematikanya itu, nyawanya kerap terselamatkan. Baik saat di kamp maupun saat pengasingan.
Impiannya menempuh studi sastra akhirnya juga menjadi kenyaatan. Dari 1939 sampai 1941, sambil belajar Matematika di Rostov, ia juga
menempuh studi sastra di Institute Sejarah, Filsafat, dan Sastra di Moskow.
Tahun 1941, beberapa hari sebelum pecahnya perang, ia lulus dari Jurusan Fisika dan Matematika Universitas Rostov. Lalu di permulaan
perang, ia bekerja sebagai kusir kereta kuda selama musim digin 1941-1942. Berkat kemampuan matematikanya, ia kemudian pindah ke Sekolah Artileri. Lalu keluar pada November 1942. Tak lama kemudian, ia masuk ke perusahaan artileri sampai ia kemudian ditangkap pada Februari 1945 di Prussia Timur. Pada awal 1937, saat masih menyandang predikat siswa tahun pertama, ia pernah menulis esai deskriptif berjudul "The Samsonov Disaster" tentang situasi Prussia Timur tahun 1914.
Solzhenitsyn ditangkap karena tulisannya kepada teman sekolahnya yang berisi kritik terhadapa Stalin. Ia menjalani masa hukumannya di beberapa kamp. Pada 1946, sebagai seorang matematikawan, ia dipindahkan ke kelompok riset sains dari MVD-MOB (Ministry of Internal Affairs, Ministry of State Security). Namun dengan tetap berstatus narapidana. Pada 1950. dia dikirm ke kamp yang khusus dihuni para tahanan politik. Di sana ia menjadi buruh tambang, tukang batu, dan buruh pengecoran logam.
Selama masa pembuangannya, ia juga sempat mengajar matematika dan fisika di sekolah dasar. Dan tentunya tetap melakukan aktivitas menulis, meski secara diam-diam.